Selasa, 29 Oktober 2019

TINJAUAN TEORI PEMBEDAHAN



BAB  1
PENDAHULUAN

1.1     Latar belakang
         Tindakan pembedahan atau tindakan operasi merupakan tindakan yang menimbulkan stress. Orang yang mengalami pembedahan mempunyai resiko integritas atau kebutuhan tubuh yang terganggu bahkan dapat mengancam kehidupan. Penyakit dapat disebabkan oleh aspek manusia atau tenaga, fasilitas atau alat dan lingkungan yang tidak memenuhi persyaratan.
         Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran telah menjadikan pembedahan yang dulunya sebagai usaha terakhir, sekarang menjadi sesuatu yang dapat diterima secara umum. Perkembangan konsep dan ilmu keperawatan khususnya perawatan perioperatif, yang bertujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan di rumah sakit melalui penerapan pedoman kerja perawat di kamar operasi yang membutuhkan penalaran ilmiah dan penalaran etis.
    Pelayanan keperawatan profesional di kamar operasi meliputi kegiatan mengidentifikasikan kebutuhan fisiologis, psikologis, sosial dan spiritual serta mengimplementasikan asuhan  keperawatan  yang   bersifat   individualistik,  mengkoordinasikan  semua   kegiatan keperawatan   berdasarkan  ilmu  keperawatan, ilmu   biomedis,  ilmu perilaku dan ilmu alam dasar dalam rangka memulihkan dan mempertahankan kesehatan kesejahteraan pasien sebelum, selama dan sesudah tindakan operasi atau yang lebih dikenal dengan asuhan keperawatan perioperatif sehingga pelayanan di kamar operasi menjadi lebih baik.
        Etika dan tata kerja di kamar bedah merupakan suatu aturan tentang bagaimana cara kerja di kamar bedah dengan baik dan benar, dengan tujuan agar tidak terjadi penyulit akibat tindakan pembedahan. Oleh karena itu semua orang yang bekerja di kamar bedah harus memahami serta melaksanakan tehnik kamar bedah.
        Untuk itu Rumah Sakit Umum  Dr. Soetomo Surabaya yang merupakan rumah sakit pendidikan dan tempat rujukan bagi rumah sakit di Indonesia bagian timur, mengadakan Program Pendidikan dan Pelatihan Perawat Kamar Bedah untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan personil yang bekerja di kamar operasi.
         Untuk menindak lanjuti hal tersebut maka Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Malang mengirimkan mahasiswanya untuk mengikuti program pendidikan dan pelatihan kamar bedah pada intrumentasi  bedah umum  agar dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan  tentang  teknik  kamar  bedah  terutama  tentang teknik instrumentasi bedah umum sehingga  dapat  memberikan pelayanan  yang profesional yang dapat mencetak tenaga kesehatan yang profesional bagi Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Malang.



1.2       Tujuan pelatihan
1.2.1    Tujuan Umum
Setelah mengikuti program pelatihan perawat kamar bedah intrumentasi bedah umum dapat menghasilkan  perawat  yang  memiliki  pengetahuan  dan   keterampilan   tentang pengelolaan dan teknik kamar operasi  instrumentasi bedah secara baik dan benar.
1.2.2    Tujuan Khusus
                        Diharapkan nantinya setelah mengikuti pelatihan, semua perawat terlatih dapat :
1.       Menerapkan pengelolaan lingkungan kamar operasi.
2.       Menerapkan pengelolaan alat/instrument bedah
3.       Menerapkan pengelolaan pasien bedah
4.       Menerapkan pengelolaan personil.
5.       Menerapkan teknik septik dan aseptik.
6.       Menerapkan teknik sterilisasi dan desinfeksi.
1.3       Manfaat pelatihan
1.3.1    Bagi peserta
Dengan pelatihan instrumentasi bedah umum perawat kamar operasi dapat bekerja lebih sistematik dan rapi. Dengan demikian perawat dapat bekerja sama dengan baik dengan tim bedah sesuai dengan tugas dan kewajiban masing-masing.


1.3.2    Bagi institusi
Kegiatan program pelatihan perawat kamar bedah instrumentasi bedah umum ini diharapkan dapat mencetak mahasiswa menjadi perawat yang profesional, mampu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan  tentang  teknik  kamar  bedah  terutama  tentang teknik instrumentasi bedah umum sehingga  dapat  memberikan pelayanan  yang profesional.

Achilles Tendinitis



BAB I
PENDAHULUAN

1.1     Latar Belakang
Tendon merupakan jaringan fibrosa di bagian belakang pergelangan kaki yang menghubungkan otot betis dengan tulang tumit. Tendon Achilles berasal dari gabungan tiga otot yaitu gastrocnemius, soleus, dan otot plantaris. Pada manusia, letaknya tepat di bagian pergelangan kaki.  Pada  atlet muda setengah baya (40 tahun) 75% terjadi achilles tendinitis selama kegiatan olahraga.
            Penyebabnya terjadi cedera tendon achilles terbanyak adalah spontan (waktu olahraga, melompat maupun jatuh dari ketinggian) sebanyak 12kasus (85,7%) dan sisanya oleh karena trauma langsung sebanyak 2 kasus (14,3%). Cedera achiles tendinitis lebih sering mengenai kaki kanan 9 kassus (64%) dan kaki kiri sebanyak 5 kasus (35,7%) (kedokteran nusantara,2006)
Faktor-faktor yang dapat menimbulkan cederpada tendoachilles adalah sebagai berikut:a) Meningkatnya aktivitas (jarak, kecepatan, tinggi/curam tanjakan), b)  Berkurangnya waktu relaksasi di antara sesi latihan, c) Perubahan permukaan, d) Perubahan /pergantian alas kaki (alas kaki bertumi trendah/tingg i), e)Kondisi alas kaki yang buruk (ukuran tumit yang tidak sesuai,  dan pelebaran sisi sepatu, f)Berkurangnya fleksibilitas kaki), g) Terlalu banyak tiarap (meningkatnya beban pada kompleks gastrocnemius atau soleus untuk menelentangkan kaki dan jemari kaki dengan bebas), h) Fleksibilitas otot yang rendah (gastrocnemius yang rapat), dan i) Berkurangnya ruang geraksendi (dorsifleksi yang terbatas).
Upaya perawatan cedera Achilles tendinitis berdasarkan tingkat cedera adalah sebagai berikut : a)Tingkat I rasa sakit setelah berlari yaitu dengan meneruskan  aktifitas selama perawatan   dan berikan essetelahaktifitas,b) Tingkat II rasa sakit sebelum dan sesudah berlari, rasa sakit berkurang sedikit demi sedikit saat berlari maka lakukan perawatan dan ubah aktifitas (seperti: mengurangi jarak, jangan melewati tanjakan, dan mengurangi kecepatan) ,c) Tingkat III rasa sakit yang semakin berkurang selama aktifitas maka lakukan perawatan, istirahat dari aktifitas yang memperburuk keadaan, dan lakukan Crosstraining ,d) Tingkat IV rasa sakit selama aktifitas sehari-hari (rasa sakit semakin parah atau meningkat) maka  istirahat selama periode tertentu, program rehabilitssi yang cukup panjang(minimal3bulan),dan operasi mungkin perlu dilakukan jika tidak ada perubahan pascarehabilitasi.
1.2 Rumusan Masalah 
Bagaimana asuhan keperawatan pada Ny. I dengan diagnos medis Achilles Tendinitis di RS XXX ?

1.3 Tujuan
1.3.1    Tujuan Umum
Tujuan umum dari penyusunan tugas ahir ini adalah perawat mampu  mengidentifikasi asuham keperawatan pada pasien Achilles tendinitis di RS XXX.
1.3.2    Tujuan Khusus
1.                  Perawat mampu melakukan dengan benar mengkaji pasien dengan diagnosa medis Achilles tendinitis.
2.                  Perawat mampu melakukan dengan benar  membuat diagnosa keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis Achilles tendinitis.
3.                  Perawat mampu melakukan dengan benar  merencanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis Achilles tendinitis.
4.                  Perawat mampu melakukan dengan benar  melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis Achilles tendinitis.
5.                  Perawat mampu melakukan dengan benar  mengevaluasi pasien dengan diagnosa medis Achilles tendinitis.
6.                  Perawat mampu melakukan dengan benar mendokumentasikan asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnose medis Achilles tendinitis.






1.4  Manfaat
1.4.1        Manfaat Teoritis
Studi kasus ini merupakan sumbangan bagi ilmu pengetahuan khususnya dalam hal asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosa medis Achilles tendinitis di RS XXX
1.4.2        Manfaat Praktis
Adapun manfaat secara praktis adalah
1.                  Bagi pelayanan keperawatan di rumah sakit
Hasil studi kasus ini, dapat menjadi masukan bagi pelayanan di rumah sakit agar dapat melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosa medis Achilles tendinitis di RS XXX
2.                  Bagi penulis
Hasil penulisan ini dapat menjadi salah satu rujukan bagi penulis berikutnya, yang akan melakukan studi kasus pada asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosa medis Achilles tendinitis di RS XXX
3.                  Bagi profesi keperawatan
Hasil studi kasus ini, dapat memberikan tambahan ilmu bagi profesi keperawatan dan memberikan pemahaman yang lebih baik tentang asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosa medis Achilles tendinitis di RS XXX


  BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Medis
2.1.1 Pengertian
Tendinits adalah suatu jenis peradangan yang terjadi pada tendo Achilles . (Arnheim dan Prentice (1997: 477-478)
Definisi achilles tendinitis adalah suatu keadaan dimana terjadi pembengkakan atau oedem  pada daerah disekitar tendon achiles yang disebabkan oleh iritasi local dari selaput  pembungkus tendon dan paratenon. Achilles tendinitis erat kaitannya dengan perkembangan edema lokal dan gangguan pada otot bagian dasar dengan gangguan yang lebih kecil pada jaringan-jaringan otot. Hal ini dapat mengakibatkan pemisahan jaringan-jaringan tendo dan  nantinya akan mengakibatkan kemerosotan dan penurunan fungsi utama (degenerasi focal)
Tendinitis adalah cedera berlebihan pada tendon Achilles, jaringan pita yang menghubungkan otot betis di belakang kaki bagian bawah ke tulang tumit. Achilles Tendinitis terjadi apabila otot dan tendon bekerja berlebihan, sehingga menyebabkan iritasi dan peradangan tendon
2.1.2 Etiologi
1.             Meningkatnya aktivitas (jarak, kecepatan, tinggi/curam tanjakan).
2.             Berkurangnya waktu relaksasi di antara sesi latihan.
3.             Kondisi alas kaki yang buruk (ukuran tumit yang tidak sesuai, pelebaran sisi sepatu, berkurangnya fleksibilitas kaki).
4.             Berkurangnya ruang gerak sendi (dorsifleksi yang terbatas).
5.             Trauma dan dorsofleksi yang tiba-tiba.
6.             inflamasi (ankylosing spondylitis, reiter syndrome, gout, RA)
2.1.3. Gejala Klinis
Adapun beberapa gejala klinis yang dapat timbul akibat tendinitis achilles yaitu :
1.         Rasa sakit di sekitar tumit dan kaku segera saat bangun dari tidur di pagi hari.
2.         Rasa nyeri di sekitar tumit dan disepanjang tendon achilles ketika berjalan maupun berlari
3.         Pada keadaan lanjut bisa menimbulkan kesukaran untuk menapakkan kaki

2.1.4 Klasifikasi Achiles tendinitis
 Tingkatan Achilles tendinitis secara klinis dan petunjuk kegiatan
Tingkat
Hubungan antara gejala dan kegiatan
Petunjuk kegiatan
I
Rasa sakit setelah berlari
Teruskan aktifitas selama
perawatan
Berikan es setelah aktifitas
II
Rasa sakit sebelum dan sesudah berlari
Rasa sakit berkurang sedikit demi sedikit saat berlari
Lakukan perawatan
Ubah aktifitas (seperti: mengurangi jarak, jangan melewati tanjakan, dan mengurangi kecepatan)
III
Rasa sakit yang semakin berkurang selama
Aktifitas
Lakukan perawatan
Istirahat dari aktifitas yang memperburuk keadaan Cross training
IV
Rasa sakit selama aktifitas sehari-hari (rasa
sakit semakin parah atau meningkat)
Istirahat selama periode
tertentu
Program rehabilitasi yang cukup panjang (minimal 3 bulan)
Operasi mungkin perlu dilakukan jika tidak ada perubahan pasca rehabilitsi


2.1.5 Pathofisiologi
Achilles tendinitis, biasanya terjadi dalam selubung tendo akibat perubahan  posisi kaki secara tiba-tiba atau mendadak dalam keadaan dorsifleksi pasif maksimal sehingga terjadi kontraksi mendadak otot betis dengan kaki terfiksasi kuat kebawah dan diluar kemampuan tendon Achilles untuk menerima suatu beban.
      Achilles tendinitis sering terjadi pada atlet atletik saat melakukan lari atau melompat. Kontraksi berlebihan juga dapat menjadi masalah dengan mengarah pada kelelahan otot. Semakin lelah otot betis, maka semakin pendek dan akan menjadi lebih ketat. Keadaan  seperti ini dapat meningkatkan tekanan pada tendon Achilles dan  mengakibatkan  peradangan. Selain itu, ketidakseimbangan kekuatan otot-otot kaki anterior bawah dan otot-otot kaki belakang yang lebih rendah juga dapat mengakibatkan cedera pada tendon Achilles..(Price, Sylvia Anderson. 1995.)

2.1.6 Pemeriksaan Diagnostic
.       Pemeriksaan fisik
Disamping  memeriksa  daerah  yang  sakit,  memperhitungkan  berbagai  faktor- faktor yang menyebabkannya seperti keketatan betis, kekakuan tulang sendi pada pergelangan kaki atau sendi subtalar dan tungkai biomekanik yang lebih rendah. Menurut Brukner, P., dan Khan, K., (1993: 426) perlu adanya pemeriksaaan pada daerah dimaksud dengan cara pengamatan dan perlakuan sebagai berikut:
1.      Pengamatan
1)      Berdiri
2)      Berjalan
3)      Tengkurap  (gambar 2.a)
2.      Gerakan aktif
1)      Penegangan/ pelenturan (plantarfleksi)
2)       Peregangan/ pelenturan saraf  punggung kaki (dorsifleksi)
3.  Gerakaan
1)      Plantar fleksi dengan tekanan lebih ( gambar 2b )
2)      Porsifleksi
3)      Tulang sendi subtalar (gambar 2c)
4)      Peregangan otot
a.   Gastrocnemius (gambar 2d)
b.  Soleus (gambar 2e)
4.      Gerakan tertahan
Plantarfleksi
5.      Pengujian secara fungsional
1)       Betis di angkat
2)       Meloncat
3)       Menjatuhkan tumit secara tiba-tiba (gambar 2f)
6 Palpasi/pijatan
1)       Tendo achilles
2)       Bursa retrocalacaneal
3)       Talus bagian belakang
4)       Otot betis
8.      Pengujian khusus
1)       Tes Thomson (gambar 2h)
2)       Penilaian secara biomekanik



a.       pengamatan   tengkurap.  Amati  pembengkakan,  penebalan  pada  tendo  otot  betis melemah (mengecil).
b.      gerakan pasif plantarfleksi. Biasanya menyakitkan jika ada kelainan pada bagian belakang tendo (posterior impingement). Tambahan penekanandapat dilakukan.
                   


       

c.       Gerakan pasif – sendi subtalar (subtalar joint). Gerakan tertahan pada sendi subtalar adalah penyebab potensial dari rasa sakit pada tendo Achilles dan juga turut mengakibatkan kelainan pada biomekanik.
d.      Gerakan  pasif   peregangan  oto(gastrocnemius).  Dilakukan  dengan  berdiri  dan memanfaatkan berat badan sebagai tekanan. Lutut diregangkan dan tumit tetap di atas permukaan tanah. Kaki tetap di posisi netral dengan tempurung lutut sejajar dengan tulang telapak kaki. Bandingkan peregangan pada kedua sisi.
e.       Gerakan  pasif peregangan  otot (soleus).  Dilakukan  dengan  cara pasien  berdiri tegak dengan lutut dilenturkan. Pastikan kaki dalam posisi normal.
f.       Pengujian secara fungsional. Dapat digunakan untuk menimbulkan rasa sakit kembali jika memang dibutuhkan. Pengujian meliputi mengangkat lutut secara bersamaan ataupu sendiri-sendiri melompat menjatuhka tumit   secara   tiba-tib dan menerjang.

              (g)                                        (h)
g.      Palpasi (pijatan) tiarap. Pijat tendo dan para tendo selama pergerakan tendo untuk menentukan  bagian  mana  yang  tergabung.  Pijabagian  gastrocnemius,  soleus (telapak kaki) dan bursa retrocalcaneal.
h.      Tes khusus tes Thompson  untuk putusnya  tendo Achilles. Tes dilakukadengan meremas bagian tengah otot betis. Hasil tes positif jika tidak terjadi plantarfleksi pada kaki
 
(a). robek sebagian                                              (b).robek total
Gambar 4. Penerapan Tes Thompson (dikutip dari Ellison, dkk, 1986: 311)
1.      Radiografi
Radiografi biasanya menggunakan sinar-X untuk menganalisis titik cedera. Ini sangat tidak efektif untuk mengidentifikasi cedera jaringan lunak. Sinar-X dibuat. Radiografi memiliki sedikit peran dalam penilaian cedera tendon Achilles dan lebih berguna untuk mengesampingkan luka lain seperti patah tulang calcaneal.
2.      USG
USG dapat digunakan untuk menentukan ketebalan tendon dan karakter tendon


3.      Magnetic resonance imaging (MRI)
MRI dapat digunakan untuk membedakan pecah lengkap dari degenerasi tendon Achilles, dan MRI juga dapat membedakan antara paratenonitis, tendinosis, dan bursitis..

2.1.7 Penatalaksanaan
1.      Stabilisasi awal Setelah diagnosis dibuat,  pergelangan kaki harus splinted dalam equinus dengan baik empuk untuk  membantu elevasi mengendalikan pembengkakan.
2.      Terapi Fisik
Banyak  rehabilitasi tersedia. Umumnya, terapi awalnya melibatkan progresif, gerakan kaki aktif dan berkembang menjadi berat tubuh dan memperkuat. Ada tiga hal yang perlu diingat saat merehabilitasi sebuah Achilles
1)      Rentang gerak, Rentang gerak ini penting karena dibutuhkan ke dalam pikiran ketatnya tendon diperbaiki. Ketika awal rehabilitasi pasien harus melakukan peregangan ringan dan meningkatkan intensitas sebagai waktu mengizinkan dan nyeri.
2)      Menurut Brukner, P., dan Khan, K., (1993: 429) Achilles tendinitis adalah kondisi yang  dapat  pulih  dengan  baik  apabila  perawatan  yang  sesuai  dilakukan  secepatnya.  Jika seoranatlit mengabaikan  gejala-gejalanya  dan  tetap melanjutkan  latihan,  penyakit  tendo yang cukup parah akan terus berkembang.  Jika hal ini terjadi, perawatan dan rehabilitasi dapat berlangsung selama berbulan-bulan.Tujuan utama dari perawatan Achilles tendinitis (adalah untuk mengurangi rasa sakit lokal dan peradangan. Hal ini dilakukan dengan menggunakan NSAID, es, dan alat bantu Electrotherapeutic  (seperti:  HVGS,  terapmagnetis  dilapangan).  Tumit  yang tinggharus dipakai pada kedua sepatu untuk mengurangi beban pada tendo. Terapi lembut pada tendo achilles menggunakan terapi tingkat I (rasa sakit pada bagian bawah) mobilisasi secara melintang (gambar 4)  Achilles dapat dilakukan saat sakit yang diderita semakin parah. Langkah selanjutnya adalah untuk memulihkan ekstensibilitas tendo secara menyeluruh. Hal ini  sangatlah   penting  khususny pada  Achilles   tendinitis   yang  sudah  kronis  dimana peradangan lebih lanjut telah terbentuk di antara tendo dan paratendo. Teknik terapi lembut pada tendo Achilles termasuk mobilisasi secara melintang dan penggesekan  secara melintang dan  membujur  seharusnya  dilakukan  pada  terapi  tingkat  II-IIuntuk  mengurangi  jumlah goresan pada jaringan otot. Sangatlah penting untuk menggunakan es pada titik cedera dalam posisi peregangan tanpa rasa sakit 10 menit setelah perawatan. Program peregangan sendiri (self-stretching) juga sangat penting (gambar 2d,e).Tujuan perawatan yang selanjutnya adalah untuk meningkatkan kekuatan tendo agar mampu menahan beban yang ditentukan.Dengan perawatan secara intensif dan istirahat yang cukup dari kegiatan-kegiatan yang mengganggu kesembuhan, Achilles tendinitis dapat membaik dengan relarif lebih cepat (4 s/d 5 minggu) khususnya jika rasa sakit tidak muncul selama lebih   dari satu atau dua bulan. Achilles tendinitis yang sudah terlalu lama memerlukan  waktu sampai enam bulan untuk rehabilitasi intensif. (Brukner, P., dan Khan, K., 1993)

2.1.8        Komplikasi
     Komplikasi Achilles tendinitis yaitu infeksi. infeksi adalah adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh yang disertai dengan gejala klinis, masuk dan berkembang biaknya bibit penyakit atau parasit, mikroorganisme kedalam tubuh manusia. Penyakit yang disebabkan oleh suatu bibit penyakit seperti bakteri, virus, jamur dan lain-lainnya . (Anonym. 2012)
2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
.      2.2.1 Pengkajian
1)      Keluhan utama
Biasanya pasien datang dengan keluhan nyeri di tumit
2)      Riwayat penyakit sekarang
      Pada fase awal cidera, kaki terlihat bengkak dan timbul memar pada area belakang bawah kaki. Pada kondisi yang telah lama dan pembengkakan telah berkurang, kondisi klinik tidak begitu jelas dan hanya menyisakan suatu bekas trauma pada tendon Achilles walaupun dengan melakukan pemeriksaan dapat mendeskripsikan kelainan pada tendon Achilles. Pase kedua tinjau adanya keluhan nyeri tekan. Fase ketiga tinjau ketidakmampuan dan nyeri hebat dalam melakukan planterfleksi kaki.

3).  Pemeriksaan fisik
1)      Breathing (B1)
Klien achiles tendinitis tidak menunjukkan kelainan system pernafasan pada saat inspeksi. Auskultasi tidak ada suara tambahan.
2)      Blood (B2)
Tidak ada iktus jantung pada palpasi. Nadi mungkin meningkat.pada auskultasi suara jantung S1-S2 tunggal.
3)      Brain (B3)
Kesadaran composmentis
4)      Blader (B4)
Produksi urin dalam batas normal dan tidak ada keluhan dalam system perkemihan.
5)      Bowel (B5)
Umumnya tidak ada gangguan makanan dan minum
6)      Bone (B6)
 Cara berjalan berubah karena adanya nyeri
2.2.2 Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada klien Achilles tendinitis.
1.      Nyeri b.d konfresi saraf, kerusakan neuromuskuloskeletal
2.      Resiko tinggi trauma b.d ketidak mampuan mengerakkan tungkai bawah dan ketidaktahuan cara mobilisasi yang adekuat.
3.      Resiko tinggi infeksi b.d peradangan.
4.      Hambatan mobilitas fisik b.d peradangan tendon Achilles.
5.      Ansietas b.d rencana pembedahan, kondisi fisik, perubahan peran keluarga, kondisi status sosioekonomi.


2.2.3 Rencana keperawatan
NO
DIAGNOSA
RENCANA KEPERAWATAN
TUJUAN & KRITERIA HASIL
INTERVENSI
1
Nyeri b.d agen injury (biologi, kimia, fisik, psikologis), kerusakan jaringan
DS:
mengungkapkan secara verbal
DO:
 posisi untuk menahan nyeri, tingkah laku berhati-hati, gangguan tidur, terfokus pada diri sendiri.
NOC:
Setelah  dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam pasien tidak mengalami nyeri dengan criteria hasil:
1.      Mampu mengontrol nyeri
2.      Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri.
3.      Mampu mengenali nyeri(skala, intensitas, frekuensi, dan tanda nyeri)
NIC:
1.      Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan factor presipitasi
2.      Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
3.      Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
4.      Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri speerti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
5.       Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
Ajarkan tentang teknik nonfarmakologi: napas dalam, relaksasi, distraksi, kompres hangat atau dingin.
6.      Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
      Tingkatkan istirahat.
7.      Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama  nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur
8.      Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesic pertama kali
2
Resiko trauma
internal:kelemahan, penglihatan menurun, penurunan sensasi taktil, penurunan koordinasi otot, tangan-mata, kurangnya edukasi keamanan, keterbelakangan mental, Eksternal:
lingkungan.
NOC:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam klien tidak mengalami trauma dengan Criteria hasil:
Pasien bebas dari trauma fisik
NIC:
1.      Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien.
2.       Identifikasi kebutuhan keamanan pasien sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit teradahulu pasien.
3.       Menghindarkan lingkungan yang berbahaya.
4.       Memasang side rail  tempat tidur.
5.       Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
6.      Menempatkan saklar lampu yang mudah dijangkau pasien
7.      Membatasi pengunjung
8.       Control lingkungan dari kebisingan
9.      Berikan penjelasan kepada pasien dan keluarga tau pengunjung adnaya perubahan status kesehatan dan penyebab penyakit
3
Resiko infeksi
Factor-faktor resiko:
1.prosedur invasif,
2.kerusakan jaringan dan peningkatan paparan lingkungan,
3.malnutrisi
4.peningkatan
5.paparan lingkungan pathogen.
6.Imunosupresi.
7.tidak adekuat pertahanan sekunder(penurunan Hb, leucopenia, penekanan respon inflamasi).
8.penyakit kronik.
9.Malnutrisi.
10.  perubahan primer tidak adekuat( kerusakan kulit, trauma jaringan, gangguan peristaltic)
NOC:
Setelah dilakukan tindakan  keperawatan selama 2x24 jam pasien tidak mengalami infeksi dengan criteria hasil :
1.Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
2.Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
3.Jumlah leukosit dalam batas normal
4.Menunjukkan perilaku hidup sehat Status imun, gastrointestinal, Genitourinaria dalam batas normal
NIC:
1.      Pertahankan teknik aseptic
2.      Batasi pengunjung bila perlu
3.      Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan
4.      Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung.
5.      Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai dengan petunjuk umum
6.      Gunakan kateter intermitten untuk menurunkan infeksi kandung kemih.
7.      Tingkatkan intake nutrisi.
8.      Berikan terapi antibiotik
9.      Monitor tanda gejala infeksi sistemik dan local
10.  Pertahankan teknik isolasi
11.  Inspeksi kulit dan membrane mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase.
12.  Monitoring adanya luka
13.  Dorong masukan cairan
14.  Dorong istirahat
15.  Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
16.  Kaji suhu badan pada pasien neutropenia setiap 4 jam
4
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan: gangguan metabolisme sel, keterlambatan perkembangan pengobatan kurang support lingkungan keterbatasan ketahanan kardiovaskuler kehilangan integritas struktur tulang
NOC:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 7x24 jam gangguan mobilitas fisik teratasi dengan kriteria hasil:
1.Klien meningkat dalam aktivitas fisik
2.Mengerti tujuan dan peningkatan mobilitas
3.Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah
4.Memperagakan penggunaan alat bantu untuk mobilisasi
NIC:
1.      Monitoring vital sign sebelum atau sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan.
2.      Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan
3.      Bantu klien untuk menggunakan tongkat dan cegah terhadap cedera
4.      Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan tentang teknik ambulasi
5.      Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
6.      Latih pasien dalam pememnuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan
7.      Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs ps.
8.      Berikan alat bantu jika klien memerlukan.
9.      Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan
5
Ansietas b.d factor keturunan, situasional, stress, perubahan status kesehatan, ancaman kematian, perubahan konsep diri, hospitalisasi d.d insomnia, kontak mata kurang, kurang istirahat, iritabilitas, takut, nyeri perut, penurunan tekanan darah, denyut nadi, gangguan tidur, peningkatan tekanan darah, nadi, RR.
NOC:
Setelah dilakukan asuhan selama 1x24 jam kecemasan klien teratasi dengan kriteria hasil:
1.      Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
2.      Vital sign dalam batas normal
3.      Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh, dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan
NIC:
1.      Gunakan pendekatan yang menenangkan
2.      Nyatakan dengan jelas harapan terhadap perilaku pasien.
3.      Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur.
4.      Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut.
5.      Berikan informasi factual mengenai diagnosis, tindakan prognosis.
6.      Libatkan keluarga untuk mendampingi klien.
7.      Instruksikan pada pasien untuk menggunakan teknik relaksasi.
8.      Dengarkan dengan penuh perhatian.
9.      Identifikasi tingkat kecemasan.
10.  Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan.
11.  Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi.
12.  Kelola pemberian obat anti cemas