BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tendon merupakan jaringan fibrosa di bagian belakang
pergelangan kaki yang menghubungkan otot betis dengan tulang tumit. Tendon Achilles berasal dari
gabungan tiga otot yaitu gastrocnemius, soleus, dan otot plantaris. Pada
manusia, letaknya tepat di bagian pergelangan kaki. Pada
atlet muda setengah baya (40 tahun) 75% terjadi achilles tendinitis
selama kegiatan olahraga.
Penyebabnya terjadi cedera tendon achilles terbanyak adalah spontan
(waktu olahraga, melompat
maupun jatuh dari ketinggian) sebanyak 12kasus (85,7%) dan sisanya oleh karena trauma langsung sebanyak 2 kasus (14,3%). Cedera
achiles tendinitis lebih sering mengenai kaki kanan 9 kassus (64%) dan kaki kiri
sebanyak 5 kasus (35,7%) (kedokteran
nusantara,2006)
Faktor-faktor yang
dapat menimbulkan cedera pada
tendoachilles adalah sebagai berikut:a) Meningkatnya
aktivitas (jarak, kecepatan, tinggi/curam tanjakan),
b)
Berkurangnya
waktu relaksasi
di antara sesi latihan,
c) Perubahan
permukaan,
d) Perubahan /pergantian
alas kaki
(alas kaki
bertumi
trendah/tingg i),
e)Kondisi
alas kaki yang
buruk (ukuran
tumit yang tidak
sesuai, dan
pelebaran sisi
sepatu, f)Berkurangnya fleksibilitas kaki),
g) Terlalu banyak
tiarap (meningkatnya beban pada kompleks gastrocnemius
atau soleus untuk
menelentangkan kaki dan
jemari kaki
dengan
bebas), h) Fleksibilitas otot
yang
rendah (gastrocnemius
yang rapat), dan i) Berkurangnya
ruang geraksendi
(dorsifleksi yang terbatas).
Upaya perawatan
cedera Achilles tendinitis
berdasarkan
tingkat cedera adalah sebagai berikut
: a)Tingkat I rasa
sakit setelah
berlari
yaitu dengan meneruskan aktifitas
selama perawatan dan berikan
essetelahaktifitas,b) Tingkat
II rasa
sakit sebelum
dan sesudah berlari, rasa sakit berkurang sedikit
demi sedikit saat berlari maka lakukan
perawatan dan ubah
aktifitas
(seperti: mengurangi
jarak, jangan
melewati tanjakan, dan mengurangi
kecepatan) ,c) Tingkat III
rasa
sakit yang
semakin
berkurang
selama aktifitas maka
lakukan
perawatan, istirahat
dari
aktifitas yang memperburuk keadaan, dan
lakukan
Crosstraining ,d) Tingkat
IV rasa
sakit
selama aktifitas
sehari-hari
(rasa
sakit semakin
parah atau
meningkat) maka istirahat selama
periode
tertentu, program rehabilitssi yang
cukup
panjang(minimal3bulan),dan
operasi mungkin perlu dilakukan
jika
tidak
ada perubahan pascarehabilitasi.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan pada
Ny. I dengan diagnos medis Achilles Tendinitis di RS XXX ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penyusunan tugas
ahir ini adalah perawat mampu mengidentifikasi asuham keperawatan pada pasien
Achilles tendinitis di RS XXX.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.
Perawat
mampu melakukan dengan benar mengkaji pasien dengan diagnosa medis Achilles tendinitis.
2.
Perawat
mampu melakukan dengan benar membuat
diagnosa keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis Achilles tendinitis.
3.
Perawat
mampu melakukan dengan benar merencanakan
asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis Achilles tendinitis.
4.
Perawat
mampu melakukan dengan benar melaksanakan
asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis Achilles tendinitis.
5.
Perawat
mampu melakukan dengan benar mengevaluasi
pasien dengan diagnosa medis Achilles tendinitis.
6.
Perawat
mampu melakukan dengan benar mendokumentasikan asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnose
medis Achilles tendinitis.
1.4 Manfaat
1.4.1
Manfaat
Teoritis
Studi kasus
ini merupakan sumbangan bagi ilmu
pengetahuan khususnya dalam hal asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosa
medis Achilles tendinitis di RS XXX
1.4.2
Manfaat
Praktis
Adapun
manfaat secara praktis adalah
1.
Bagi pelayanan
keperawatan di rumah sakit
Hasil studi kasus ini, dapat menjadi masukan bagi pelayanan di
rumah sakit agar dapat melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosa
medis Achilles tendinitis di RS XXX
2.
Bagi penulis
Hasil penulisan ini dapat menjadi salah satu rujukan bagi penulis
berikutnya, yang akan melakukan studi kasus pada asuhan keperawatan pada klien
dengan diagnosa medis Achilles tendinitis di RS XXX
3.
Bagi
profesi keperawatan
Hasil studi
kasus ini, dapat memberikan tambahan ilmu bagi profesi keperawatan dan
memberikan pemahaman yang lebih baik tentang asuhan keperawatan pada klien
dengan diagnosa medis Achilles tendinitis di RS XXX
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Medis
2.1.1 Pengertian
Tendinits adalah suatu jenis peradangan yang terjadi pada tendo Achilles . (Arnheim dan Prentice (1997: 477-478)
Definisi achilles tendinitis adalah suatu keadaan dimana terjadi
pembengkakan atau oedem pada daerah disekitar
tendon achiles yang disebabkan oleh iritasi local
dari selaput pembungkus tendon dan paratenon. Achilles tendinitis erat
kaitannya dengan perkembangan edema lokal dan gangguan pada otot bagian dasar
dengan gangguan yang lebih kecil pada jaringan-jaringan otot. Hal ini dapat
mengakibatkan pemisahan jaringan-jaringan tendo dan nantinya akan mengakibatkan kemerosotan dan
penurunan fungsi utama (degenerasi focal)
Tendinitis
adalah cedera berlebihan pada tendon Achilles, jaringan pita yang menghubungkan
otot betis di belakang kaki bagian bawah ke tulang tumit. Achilles
Tendinitis terjadi apabila otot dan tendon bekerja berlebihan, sehingga
menyebabkan iritasi dan peradangan tendon
2.1.2 Etiologi
1.
Meningkatnya aktivitas (jarak,
kecepatan, tinggi/curam tanjakan).
2.
Berkurangnya waktu relaksasi di
antara sesi latihan.
3.
Kondisi alas kaki yang buruk (ukuran
tumit yang tidak sesuai, pelebaran sisi sepatu, berkurangnya fleksibilitas
kaki).
4.
Berkurangnya ruang gerak sendi (dorsifleksi yang terbatas).
5.
Trauma dan dorsofleksi yang tiba-tiba.
6.
inflamasi (ankylosing spondylitis, reiter syndrome, gout, RA)
2.1.3. Gejala
Klinis
Adapun beberapa gejala klinis yang dapat timbul akibat tendinitis achilles yaitu :
1.
Rasa sakit di sekitar tumit dan kaku segera saat bangun dari tidur di pagi hari.
2.
Rasa nyeri di sekitar tumit dan
disepanjang tendon achilles ketika
berjalan maupun berlari
3.
Pada keadaan lanjut bisa menimbulkan
kesukaran untuk menapakkan kaki
2.1.4
Klasifikasi Achiles tendinitis
Tingkatan Achilles tendinitis secara klinis dan petunjuk kegiatan
Tingkat
|
Hubungan antara gejala dan kegiatan
|
Petunjuk kegiatan
|
I
|
Rasa sakit setelah berlari
|
Teruskan aktifitas selama
perawatan
Berikan es setelah aktifitas
|
II
|
Rasa sakit sebelum dan sesudah berlari
Rasa sakit berkurang sedikit demi sedikit saat berlari
|
Lakukan perawatan
Ubah aktifitas (seperti:
mengurangi jarak, jangan melewati tanjakan, dan mengurangi kecepatan)
|
III
|
Rasa sakit yang semakin berkurang selama
Aktifitas
|
Lakukan perawatan
Istirahat dari aktifitas yang memperburuk keadaan
Cross training
|
IV
|
Rasa sakit selama aktifitas sehari-hari (rasa
sakit semakin parah atau meningkat)
|
Istirahat selama periode
tertentu
Program rehabilitasi yang cukup
panjang (minimal 3 bulan)
Operasi mungkin perlu dilakukan jika tidak ada perubahan pasca rehabilitsi
|
2.1.5 Pathofisiologi
Achilles tendinitis, biasanya terjadi dalam selubung
tendo akibat perubahan posisi kaki
secara tiba-tiba atau mendadak dalam keadaan dorsifleksi pasif maksimal sehingga terjadi kontraksi mendadak otot
betis dengan kaki terfiksasi kuat kebawah dan diluar kemampuan tendon Achilles untuk menerima suatu
beban.
Achilles tendinitis sering terjadi pada atlet atletik saat melakukan lari atau melompat. Kontraksi
berlebihan juga dapat menjadi masalah dengan mengarah pada kelelahan otot.
Semakin lelah otot betis, maka semakin pendek dan akan menjadi lebih ketat.
Keadaan seperti ini dapat meningkatkan
tekanan pada tendon Achilles dan mengakibatkan peradangan. Selain itu, ketidakseimbangan kekuatan
otot-otot kaki anterior bawah dan otot-otot kaki belakang yang lebih rendah
juga dapat mengakibatkan cedera pada tendon Achilles..(Price,
Sylvia Anderson. 1995.)
2.1.6
Pemeriksaan Diagnostic
.
Pemeriksaan fisik
Disamping memeriksa
daerah yang
sakit, memperhitungkan
berbagai
faktor- faktor yang menyebabkannya seperti keketatan betis, kekakuan tulang sendi pada pergelangan kaki atau sendi subtalar dan tungkai biomekanik yang
lebih rendah. Menurut Brukner, P.,
dan
Khan, K., (1993: 426) perlu adanya pemeriksaaan pada daerah dimaksud dengan cara pengamatan dan perlakuan sebagai berikut:
1. Pengamatan
1) Berdiri
2) Berjalan
3) Tengkurap (gambar 2.a)
2. Gerakan aktif
1) Penegangan/ pelenturan (plantarfleksi)
2) Peregangan/
pelenturan saraf
punggung kaki (dorsifleksi)
3. Gerakaan
1) Plantar
fleksi dengan tekanan lebih ( gambar 2b )
2) Porsifleksi
3) Tulang sendi subtalar (gambar 2c)
4) Peregangan otot
a.
Gastrocnemius (gambar 2d)
b. Soleus (gambar 2e)
4. Gerakan tertahan
Plantarfleksi
5. Pengujian
secara fungsional
1) Betis di angkat
2) Meloncat
3) Menjatuhkan tumit secara tiba-tiba (gambar 2f)
6.
Palpasi/pijatan
1) Tendo achilles
2) Bursa retrocalacaneal
3) Talus bagian belakang
4) Otot betis
8.
Pengujian khusus
1) Tes Thomson (gambar 2h)
2) Penilaian secara biomekanik
a. pengamatan – tengkurap. Amati
pembengkakan, penebalan pada
tendo otot betis melemah (mengecil).
b. gerakan pasif – plantarfleksi. Biasanya menyakitkan jika ada kelainan pada bagian
belakang tendo (posterior impingement). Tambahan penekanandapat dilakukan.
c. Gerakan pasif
– sendi subtalar (subtalar joint). Gerakan tertahan pada sendi
subtalar
adalah penyebab potensial dari rasa
sakit pada tendo Achilles dan juga turut
mengakibatkan kelainan pada biomekanik.
d. Gerakan
pasif – peregangan otot (gastrocnemius). Dilakukan dengan
berdiri dan memanfaatkan berat badan sebagai tekanan. Lutut diregangkan dan tumit tetap di atas
permukaan tanah. Kaki tetap di
posisi netral dengan tempurung lutut sejajar dengan tulang telapak kaki. Bandingkan peregangan pada kedua sisi.
e. Gerakan
pasif – peregangan
otot (soleus). Dilakukan dengan cara pasien
berdiri tegak dengan lutut dilenturkan. Pastikan kaki dalam posisi normal.
f. Pengujian secara fungsional. Dapat digunakan untuk
menimbulkan rasa
sakit kembali jika memang dibutuhkan. Pengujian meliputi mengangkat lutut secara
bersamaan
ataupun sendiri-sendiri, melompat, menjatuhkan tumit secara
tiba-tiba dan menerjang.
(g) (h)
g. Palpasi (pijatan)– tiarap. Pijat tendo dan para tendo selama pergerakan tendo untuk menentukan
bagian
mana yang tergabung. Pijat bagian
gastrocnemius,
soleus (telapak kaki) dan bursa retrocalcaneal.
h. Tes khusus – tes Thompson
untuk putusnya tendo Achilles. Tes dilakukan dengan meremas bagian tengah otot betis. Hasil tes positif jika tidak terjadi plantarfleksi
pada kaki
(a). robek sebagian (b).robek
total
Gambar 4. Penerapan Tes Thompson (dikutip dari Ellison, dkk, 1986: 311)
1. Radiografi
Radiografi biasanya menggunakan sinar-X untuk menganalisis titik cedera.
Ini sangat tidak efektif untuk mengidentifikasi cedera jaringan lunak. Sinar-X
dibuat. Radiografi memiliki sedikit peran dalam penilaian cedera tendon
Achilles dan lebih berguna untuk mengesampingkan luka lain seperti patah tulang
calcaneal.
2. USG
USG dapat digunakan untuk menentukan
ketebalan tendon dan karakter tendon
MRI dapat digunakan untuk membedakan pecah lengkap
dari degenerasi tendon Achilles, dan
MRI juga dapat membedakan antara paratenonitis,
tendinosis, dan bursitis..
2.1.7 Penatalaksanaan
1.
Stabilisasi awal Setelah diagnosis dibuat, pergelangan kaki harus splinted dalam equinus
dengan baik empuk untuk membantu elevasi
mengendalikan pembengkakan.
2.
Terapi Fisik
Banyak rehabilitasi tersedia. Umumnya, terapi
awalnya melibatkan progresif, gerakan kaki aktif dan berkembang menjadi berat
tubuh dan memperkuat. Ada tiga hal yang perlu diingat saat merehabilitasi
sebuah Achilles :
1) Rentang gerak, Rentang gerak ini
penting karena dibutuhkan ke dalam pikiran ketatnya tendon diperbaiki. Ketika
awal rehabilitasi pasien harus melakukan peregangan ringan dan meningkatkan
intensitas sebagai waktu mengizinkan dan nyeri.
2)
Menurut Brukner, P., dan Khan, K., (1993: 429) Achilles tendinitis adalah kondisi yang
dapat
pulih dengan
baik apabila perawatan yang
sesuai dilakukan
secepatnya. Jika
seorang atlit mengabaikan
gejala-gejalanya dan tetap
melanjutkan
latihan, penyakit tendo yang cukup parah akan terus berkembang.
Jika hal ini terjadi, perawatan dan rehabilitasi
dapat berlangsung selama berbulan-bulan.Tujuan utama dari perawatan Achilles tendinitis (adalah untuk mengurangi rasa
sakit lokal dan peradangan. Hal ini dilakukan dengan menggunakan NSAID, es, dan alat bantu Electrotherapeutic
(seperti: HVGS,
terapi magnetis
dilapangan). Tumit yang tinggi harus dipakai pada kedua sepatu untuk mengurangi beban pada
tendo. Terapi lembut pada
tendo achilles menggunakan terapi tingkat I
(rasa sakit pada bagian bawah) mobilisasi secara melintang (gambar 4)
Achilles dapat dilakukan saat sakit yang diderita semakin parah. Langkah selanjutnya adalah untuk memulihkan ekstensibilitas tendo secara menyeluruh. Hal ini sangatlah penting
khususnya pada Achilles
tendinitis yang sudah
kronis
dimana peradangan lebih lanjut telah terbentuk di antara tendo dan paratendo. Teknik terapi lembut pada
tendo Achilles termasuk mobilisasi secara melintang dan penggesekan secara melintang
dan membujur seharusnya
dilakukan pada terapi tingkat II-III untuk
mengurangi
jumlah
goresan pada jaringan otot. Sangatlah penting untuk menggunakan es pada titik
cedera dalam posisi peregangan tanpa rasa
sakit 10 menit setelah perawatan. Program peregangan sendiri
(self-stretching) juga sangat penting (gambar 2d,e).Tujuan perawatan yang selanjutnya adalah untuk meningkatkan kekuatan tendo agar mampu menahan beban yang ditentukan.Dengan perawatan secara intensif dan istirahat yang cukup dari kegiatan-kegiatan yang mengganggu kesembuhan, Achilles tendinitis dapat membaik dengan relarif lebih cepat (4 s/d 5 minggu) khususnya jika rasa sakit tidak muncul selama lebih dari satu atau dua bulan. Achilles tendinitis yang sudah terlalu lama memerlukan waktu sampai enam bulan untuk rehabilitasi intensif.
(Brukner, P., dan Khan, K., 1993)
2.1.8
Komplikasi
Komplikasi Achilles tendinitis yaitu infeksi. infeksi adalah
adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh yang disertai dengan
gejala klinis, masuk dan berkembang biaknya bibit penyakit atau parasit,
mikroorganisme kedalam tubuh manusia. Penyakit yang disebabkan oleh suatu bibit
penyakit seperti bakteri, virus, jamur dan lain-lainnya . (Anonym. 2012)
2.2 Konsep
Dasar Asuhan Keperawatan
. 2.2.1 Pengkajian
1) Keluhan utama
Biasanya pasien datang dengan keluhan nyeri di tumit
2) Riwayat penyakit sekarang
Pada fase awal cidera, kaki terlihat
bengkak dan timbul memar pada area belakang bawah kaki. Pada kondisi yang telah lama dan
pembengkakan telah berkurang, kondisi klinik tidak begitu jelas dan hanya
menyisakan suatu bekas trauma pada tendon Achilles walaupun dengan melakukan pemeriksaan
dapat mendeskripsikan kelainan pada tendon Achilles. Pase kedua tinjau adanya
keluhan nyeri tekan. Fase ketiga tinjau ketidakmampuan dan nyeri hebat dalam
melakukan planterfleksi kaki.
3). Pemeriksaan fisik
1) Breathing (B1)
Klien achiles tendinitis tidak menunjukkan
kelainan system pernafasan pada saat inspeksi. Auskultasi tidak ada suara
tambahan.
2) Blood (B2)
Tidak ada iktus jantung pada palpasi. Nadi
mungkin meningkat.pada auskultasi suara jantung S1-S2 tunggal.
3) Brain (B3)
Kesadaran composmentis
4) Blader (B4)
Produksi urin dalam batas normal dan tidak ada
keluhan dalam system perkemihan.
5) Bowel (B5)
Umumnya tidak ada gangguan makanan dan minum
6) Bone (B6)
Cara
berjalan berubah karena adanya nyeri
2.2.2 Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang sering muncul
pada klien Achilles tendinitis.
1. Nyeri b.d konfresi
saraf, kerusakan neuromuskuloskeletal
2. Resiko tinggi trauma b.d ketidak mampuan
mengerakkan tungkai bawah dan ketidaktahuan cara mobilisasi yang adekuat.
3. Resiko tinggi infeksi
b.d peradangan.
4. Hambatan mobilitas
fisik b.d peradangan tendon Achilles.
5. Ansietas b.d rencana pembedahan, kondisi
fisik, perubahan peran keluarga, kondisi status sosioekonomi.
2.2.3 Rencana keperawatan
NO
|
DIAGNOSA
|
RENCANA KEPERAWATAN
|
TUJUAN & KRITERIA HASIL
|
INTERVENSI
|
1
|
Nyeri b.d agen injury (biologi, kimia, fisik, psikologis),
kerusakan jaringan
DS:
mengungkapkan secara verbal
DO:
posisi untuk menahan nyeri, tingkah laku berhati-hati, gangguan tidur, terfokus pada diri sendiri.
|
NOC:
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1x24 jam pasien tidak mengalami nyeri dengan criteria
hasil:
1.
Mampu mengontrol nyeri
2.
Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan
menggunakan manajemen nyeri.
3.
Mampu mengenali nyeri(skala, intensitas,
frekuensi, dan tanda nyeri)
|
NIC:
1. Lakukan pengkajian nyeri secara
komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan
factor presipitasi
2. Observasi reaksi nonverbal dari
ketidaknyamanan
3. Bantu pasien dan keluarga untuk
mencari dan menemukan dukungan
4. Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri speerti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
5. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
Ajarkan tentang teknik
nonfarmakologi: napas dalam, relaksasi, distraksi, kompres hangat atau dingin.
6. Berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri
Tingkatkan istirahat.
7. Berikan informasi tentang nyeri
seperti penyebab nyeri, berapa lama
nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur
8. Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesic pertama kali
|
2
|
Resiko trauma
internal:kelemahan, penglihatan menurun, penurunan sensasi taktil, penurunan koordinasi otot,
tangan-mata, kurangnya edukasi keamanan, keterbelakangan mental, Eksternal:
lingkungan.
|
NOC:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
2x24 jam klien tidak mengalami trauma dengan Criteria hasil:
Pasien bebas dari trauma fisik
|
NIC:
1. Sediakan lingkungan yang aman
untuk pasien.
2. Identifikasi kebutuhan keamanan pasien sesuai
dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit
teradahulu pasien.
3. Menghindarkan lingkungan yang berbahaya.
4. Memasang side rail tempat tidur.
5. Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
6. Menempatkan saklar lampu yang
mudah dijangkau pasien
7. Membatasi pengunjung
8. Control lingkungan dari kebisingan
9. Berikan penjelasan kepada pasien
dan keluarga tau pengunjung adnaya perubahan status kesehatan dan penyebab
penyakit
|
3
|
Resiko infeksi
Factor-faktor resiko:
1.prosedur invasif,
2.kerusakan jaringan dan peningkatan
paparan lingkungan,
3.malnutrisi
4.peningkatan
5.paparan lingkungan pathogen.
6.Imunosupresi.
7.tidak adekuat pertahanan
sekunder(penurunan Hb, leucopenia, penekanan respon inflamasi).
8.penyakit kronik.
9.Malnutrisi.
10. perubahan primer tidak adekuat(
kerusakan kulit, trauma jaringan, gangguan peristaltic)
|
NOC:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam pasien tidak
mengalami infeksi dengan criteria hasil :
1.Klien bebas dari tanda dan gejala
infeksi
2.Menunjukkan kemampuan untuk
mencegah timbulnya infeksi
3.Jumlah leukosit dalam batas normal
4.Menunjukkan perilaku hidup sehat Status
imun, gastrointestinal, Genitourinaria dalam batas normal
|
NIC:
1.
Pertahankan teknik aseptic
2.
Batasi pengunjung bila perlu
3.
Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan
tindakan keperawatan
4.
Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat
pelindung.
5.
Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai dengan
petunjuk umum
6.
Gunakan kateter intermitten untuk menurunkan
infeksi kandung kemih.
7.
Tingkatkan intake nutrisi.
8.
Berikan terapi antibiotik
9.
Monitor tanda gejala infeksi sistemik dan local
10. Pertahankan teknik isolasi
11. Inspeksi kulit dan membrane mukosa
terhadap kemerahan, panas, drainase.
12. Monitoring adanya luka
13. Dorong masukan cairan
14. Dorong istirahat
15. Ajarkan pasien dan keluarga tanda
dan gejala infeksi
16. Kaji suhu badan pada pasien
neutropenia setiap 4 jam
|
4
|
Gangguan mobilitas fisik
berhubungan dengan: gangguan metabolisme sel, keterlambatan perkembangan pengobatan kurang support lingkungan keterbatasan ketahanan kardiovaskuler kehilangan integritas struktur
tulang
|
NOC:
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 7x24 jam gangguan mobilitas fisik teratasi dengan kriteria hasil:
1.Klien meningkat dalam aktivitas
fisik
2.Mengerti tujuan dan peningkatan
mobilitas
3.Memverbalisasikan perasaan dalam
meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah
4.Memperagakan penggunaan alat bantu
untuk mobilisasi
|
NIC:
1.
Monitoring vital sign sebelum atau sesudah
latihan dan lihat respon pasien saat latihan.
2.
Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana
ambulasi sesuai dengan kebutuhan
3.
Bantu klien untuk menggunakan tongkat dan cegah
terhadap cedera
4.
Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan tentang
teknik ambulasi
5.
Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
6.
Latih pasien dalam pememnuhan kebutuhan ADLs
secara mandiri sesuai kemampuan
7.
Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan
bantu penuhi kebutuhan ADLs ps.
8.
Berikan alat bantu jika klien memerlukan.
9.
Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan
berikan bantuan jika diperlukan
|
5
|
Ansietas b.d factor keturunan,
situasional, stress, perubahan status kesehatan, ancaman kematian, perubahan
konsep diri, hospitalisasi d.d insomnia, kontak mata kurang, kurang
istirahat, iritabilitas, takut, nyeri perut, penurunan tekanan darah, denyut
nadi, gangguan tidur, peningkatan tekanan darah, nadi, RR.
|
NOC:
Setelah dilakukan asuhan selama 1x24 jam kecemasan klien teratasi dengan kriteria hasil:
1.
Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan
gejala cemas
2.
Vital sign dalam batas normal
3.
Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh, dan
tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan
|
NIC:
1.
Gunakan pendekatan yang menenangkan
2.
Nyatakan dengan jelas harapan terhadap perilaku
pasien.
3.
Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan
selama prosedur.
4.
Temani pasien untuk memberikan keamanan dan
mengurangi takut.
5.
Berikan informasi factual mengenai diagnosis,
tindakan prognosis.
6.
Libatkan keluarga untuk mendampingi klien.
7.
Instruksikan pada pasien untuk menggunakan teknik
relaksasi.
8.
Dengarkan dengan penuh perhatian.
9.
Identifikasi tingkat kecemasan.
10. Bantu pasien mengenal situasi yang
menimbulkan kecemasan.
11. Dorong pasien untuk mengungkapkan
perasaan, ketakutan, persepsi.
12. Kelola pemberian obat anti cemas
|